29 Nov 2013

Bersikap Ramah Pada Perempuan



Saya percaya bahwa orang-orang Indonesia Timur adalah orang yang ramah pada pengunjung atau tamu-tamu yang datang ke wilayah mereka. Apapun tujuannya dan apapun jenis kelaminnya. Kita selalu memberikan senyuman dan membalas sapaan dengan sopan. Khususnya pada perempuan. Budaya kita selalu mengajarkan untuk menghormati perempuan.

Di suatu hari, saya tersentak bahwa kepercayaan akan keramahan orang-orang Indonesia Timur hilang dan berganti menjadi pelecehan yang menimpa saya, yang berasal dari Makassar, masih Indonesia Timur yang datang bekerja di Larantuka, Flores Timur. Saya yakin ada yang salah.

Saat saya berjalan mencari warung internet, segerombolan laki-laki yang sedang duduk di teras rumah meneriaki saya dengan cara yang tak ramah. Kali kedua, saat sedang berjalan pelan di trotoar, sepasang anak muda laki-laki yang mengendarai motor meneriaki saya dengan kasar menggunakan bahasa yang tidak saya mengerti sambil tertawa keras dan pergi dengan kecepatan tinggi. Suatu malam saat menikmati pantai Taman Kota Larantuka bersama tiga orang teman, tiba-tiba saja seorang laki-laki yang mabuk alkohol meminta saya menemaninya ke warung dan kapal dengan sikap yang membuat saya merasa dilecehkan. Dan, terakhir ketika menyeberang jalan, seorang laki-laki menyambar saya tanpa menyalakan lampu motor dan kecepatan yang tinggi. Salah satu teman saya yang melihat mengatakan, kejadiannya seperti disengaja.

Kejadian-kejadian di atas membuat saya marah. Prilaku-prilaku beberapa orang laki-laki tersebut merupakan perbuatan yang saya anggap sebagai pelecehan seksual. Sebuah perbuatan yang bersifat menghina dan memandang rendah berdasarkan seks atau jenis kelamin. Sebagai perempuan, tentu saja kami ingin dihormati sebagai manusia. Bukan sebagai objek seksual.

Penghormatan dan perlindungan terhadap perempuan adalah bagian dari Hak Asasi Perempuan (HAP), yaitu hak yang dimiliki seorang perempuan, baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan, dalam khasanah hukum Hak Asasi Manusia (HAM) telah diatur dalam berbagai sistem hukum tentang HAM. Salah satu hak perempuan yang diatur dan dilindungi oleh negara adalah hak atas persamaan, kebebasan dan keamanan setiap orang, kebebasan dari perbudakan, siksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia.

Di banyak tempat, perempuan masih belum mendapatkan rasa aman dimana ancaman-ancaman pelecehan dan kekerasan kerap dijumpai. Khususnya di jalan raya. Munculnya stereotip atau prasangka-prasangka terhadap perempuan telah melanggar prinsip persamaan dalam HAM. Ini menyebabkan tidak dihargainya peran-peran perempuan karena masih adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan melalui konstruksi budaya yang diskriminatif.

Sebagai pendatang di Larantuka, Flores Timur, saya berharap mendapatkan keramahan dan keamanan. Prilaku-prilaku sebagian kecil orang tersebut adalah prilaku yang mampu merusak citra keramahan kita sebagai orang Timur.

Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengubah pola tingkah laku dengan maksud mencapai penghapusan prasangka-prasangka, anggapan-anggapan, kebiasaan-kebiasaan dan praktek lainnya kepada perempuan. Dalam peristiwa yang saya alami, ada beberapa dugaan dari kawan-kawan saya yang tinggal dan menetap di Larantuka. Menurut mereka, perempuan yang berperawakan seperti saya (berambut lurus dan berkulit putih) pada umumnya bekerja sebagai pekerja seks di café-café yang tersebar di Flores Timur. Namun, menurut saya, tak ada alasan apapun baik itu berdasarkan pekerjaan atau warna kulit, seseorang dapat melakukan pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan.

Dalam konstruksi sosial berdasarkan asumsi-asumsi negatif kepada perempuan yang berada di ruang publik ini mempengaruhi akses perempuan dalam memperoleh kebebasan, kesempatan dan keamanannya di berbagai tingkatan. Sebagai contoh, perempuan yang bekerja di ruang publik hingga malam hari sering dianggap melakukan pekerjaan yang tidak ‘baik’ atau pekerjaan-pekerjaan subordinat lainnya seperti pekerja seks atau tempat hiburan malam. Berbeda pada asumsi yang dilekatkan pada laki-laki yang bekerja hingga malam hari dianggap bernilai ekonomis dan positif untuk menghidupi anak dan istrinya.

Perbedaan perlakuan dan asumsi terhadap laki-laki dan perempuan telah menimbulkan pembatasan hak dan kebebasan perempuan: pembatasan jam kerja, gerak dan mobilitas serta partisipasi perempuan dalam ruang publik. Ini perlu diubah, untuk mengembalikan hak-hak perempuan untuk mencapai prinsip kesetaraan.
Paska terjadinya pelecehan yang saya alami, ada ketidakpercayaan hadir dalam pikiran saya. Ada trauma dan kekhawatiran untuk keluar rumah dan mengakses beberapa kebutuhan khususnya memilih alat transportasi umum.

Saya bercerita pada seorang pastor yang dikenalkan oleh seorang kawan dan mengusulkan untuk ia berkhotbah agar masyarakat lebih menghargai perempuan-perempuan khususnya pendatang untuk menunjukkan sikap menghormati dan menghargai mereka sama seperti mereka memperlakukan perempuan pada umumnya tinggal di Larantuka. Namun, saya sedikit kecewa. Ia justru menanyakan lokasi dimana pelecehan terjadi pada saya dan akan menugaskan pastor lain untuk berkhotbah.

Sikap tersebut menunjukkan betapa menghapus perilaku pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan dianggap tidak penting bagi sebagian orang. Dan, merupakan peran setiap manusia untuk mengubah asumsi-asumsi negatif yang dilekatkan pada perempuan.

Yang harus kita ingat bahwa pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi dimana saja, kapan saja, kepada siapa dan oleh siapa. Bukan di jalan-jalan tertentu, pada orang-orang tertentu atau dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Sudah seharusnya kita membuka mata dan bersama-sama membangun penghormatan terhadap hak-hak perempuan. Ada banyak perempuan di sekitar kita. Adalah saudara, orang tua, anak, keponakan bahkan sahabat. Membayangkan pelecehan dan kekerasan terjadi pada mereka adalah hal yang tentu saja tidak kita inginkan. Kita hanya harus bersikap ramah. Memberikan pemahaman kepada siapa saja yang kita temui bahwa perempuan punya hak untuk merasa aman berada dimana saja. Apapun pekerjaannya.